Selasa, 11 Januari 2011

ARSITEKTUR TROPIS

ARSITEKTUR TROPIS DI INDONESIA

Konsep rumah tropis, pada dasarnya adalah adaptasi bangunan terhadap iklim tropis, dimana kondisi tropis membutuhkan penanganan khusus dalam desainnya.

Salah satu alasan mengapa manusia membuat bangunan adalah karena kondisi alam iklim tempat manusia berada tidak selalu baik menunjang aktivitas yang dilakukannya. Aktivitas manusia yang bervariasi memerlukan kondisi iklim sekitar tertentu yang bervariasi pula. Untuk melangsungkan aktivitas kantor, misalnya, diperlukan ruang dengan kondisi visual yang baik dengan intensitas cahaya yang cukup; kondisi termis yang mendukung dengan suhu udara pada rentang-nyaman tertentu; dan kondisi audial dengan intensitas gangguan bunyi rendah yang tidak mengganggu pengguna bangunan.
Karena cukup banyak aktivitas manusia yang tidak dapat diselenggarakan akibat ketidaksesuaian kondisi iklim luar, manusia membuat bangunan. Dengan bangunan, diharapkan iklim luar yang tidak menunjang aktivitas manusia dapat dimodifikasidiubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang lebih sesuai.
Usaha manusia untuk mengubah kondisi iklim luar yang tidak sesuai menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai seringkali tidak seluruhnya tercapai. Dalam banyak kasus, manusia di daerah tropis seringkali gagal menciptakan kondisi termis yang nyaman di dalam bangunan. Ketika berada di dalam bangunan, pengguna bangunan justru seringkali merasakan udara ruang yang panas, sehingga kerap mereka lebih memilih berada di luar bangunan.

Pada saat arsitek melakukan tindakan untuk menanggulangi persoalan iklim dalam bangunan yang dirancangnya, ia secara benar mengartikan bahwa bangunan adalah alat untuk memodifikasi iklim. Iklim luar yang tidak sesuai dengan tuntutan penyelenggaraan aktivitas manusia dicoba untuk diubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai. Para arsitek yang kebetulan hidup, belajar dan berprofesi di negara beriklim sub-tropis, secara sadar atau tidakatau karena aturan membangun setempatkerap melakukan tindakan yang benar. Karya arsitektur yang mereka rancang selalu didasari pertimbangan untuk memecahkan permasalahan iklim setempat yang bersuhu rendah. Bangunan dibuat dengan dinding rangkap yang tebal, dengan penambahan bahan isolasi panas di antara kedua lapisan dinding sehingga panas di dalam bangunan tidak mudah dirambatkan ke udara luar.
Meskipun mereka melakukan tindakan perancangan guna mengatasi iklim sub-tropis setempat, karya mereka tidak pernah disebut sebagai karya arsitektur sub-tropis, melainkan sebagai arsitektur Victorian, Georgian dan Tudor; sementara sebagian karya yang lain diklasifikasikan sebagai arsitektur modern (modern architecture), arsitektur pasca-modern (post-modern architecture), arsitektur modern baru (new modern architecture), arsitektur teknologi tinggi (high-tech architecture), dan arsitektur dekonstruksi (deconstruction architecture).

Di sini terlihat bahwa arsitektur yang dirancang guna mengatasi masalah iklim setempat tidak selalu diberi sebutan arsitektur iklim tersebut, karena pemecahan problematik iklim merupakan suatu tuntutan mendasar yang 'wajib' dipenuhi oleh suatu karya arsitektur di manapun dia dibangun. Sebutan tertentu pada suatu karya arsitektur hanya diberikan terhadap ciri tertentu karya tersebut yang kehadirannya 'tidak wajib', serta yang kemudian memberi warna atau corak pada arsitektur tersebut. Sebut saja arsitektur yang 'bersih' tanpa embel-embel dekorasi, yang bentuknya tercipta akibat fungsi (form follows function) disebut arsitektur modern. Arsitektur dengan penyelesaian estetika tertentuyang antara lain menyangkut bentuk, ritme dan aksentuasidiklasifikasikan (terutama oleh Charles Jencks) ke dalam berbagai nama, seperti halnya arsitektur pasca-modern, modern baru dan dekonstruksi. Semua karya arsitektur tersebut tidak pernah diberi julukan 'arsitektur sub-tropis' meskipun karya tersebut dirancang di daerah iklim sub-tropis guna mengantisipasi masalah iklim tersebut.

Kemudian mengapa muncul sebutan arsitektur tropis? Seolah-olah jenis arsitektur ini sepadan dengan julukan bagi arsitektur modern, modern baru dan dekonstruksi. Jenis yang disebut belakangan lebih mengarah pada pemecahan estetika seperti bentuk, ritme dan hirarki ruang. Sementara arsitektur tropis, sebagaimana arsitektur sub-tropis, adalah karya arsitektur yang mencoba memecahkan problematik iklim setempat.
Bagaimana problematik iklim tropis tersebut dipecahkan secara desain atau rancangan arsitektur? Jawabannya dapat seribu satu macam. Seperti halnya yang terjadi pada arsitektur sub-tropis, arsitek dapat menjawab dengan warna pasca-modern, dekonstruksi ataupun High-Tech, sehingga pemahaman tentang arsitektur tropis yang selalu beratap lebar ataupun berteras menjadi tidak mutlak lagi. Yang penting apakah rancangan tersebut sanggup mengatasi problematik iklim tropishujan deras, terik radiasi matahari, suhu udara yang relatif tinggi, kelembapan yang tinggi (untuk tropis basah) ataupun kecepatan angin yang relatif rendahsehingga manusia yang semula tidak nyaman berada di alam terbuka, menjadi nyaman ketika berada di dalam bangunan tropis itu. Bangunan dengan atap lebar mungkin hanya mampu mencegah air hujan untuk tidak masuk bangunan, namun belum tentu mampu menurunkan suhu udara yang tinggi dalam bangunan tanpa disertai pemecahan rancangan lain yang tepat.

Dengan pemahaman semacam ini, kemungkinan bentuk arsitektur tropis, sebagaimana arsitektur sub-tropis, menjadi sangat terbuka. Ia dapat bercorak atau berwarna apa saja sepanjang bangunan tersebut dapat mengubah kondisi iklim luar yang tidak nyaman, menjadi kondisi yang nyaman bagi manusia yang berada di dalam bangunan itu. Dengan pemahaman semacam ini pula, kriteria arsitektur tropis tidak perlu lagi hanya dilihat dari sekedar 'bentuk' atau estetika bangunan beserta elemen-elemennya, namun lebih kepada kualitas fisik ruang yang ada di dalamnya: suhu ruang rendah, kelembapan relatif tidak terlalu tinggi, pencahayaan alam cukup, pergerakan udara (angin) memadai, terhindar dari hujan, dan terhindar dari terik matahari. Penilaian terhadap baik atau buruknya sebuah karya arsitektur tropis harus diukur secara kuantitatif menurut kriteria-kriteria fluktuasi suhu ruang (dalam unit derajat Celcius); fluktuasi kelembapan (dalam unit persen); intensitas cahaya (dalam unit lux); aliran atau kecepatan udara (dalam unit meter per detik); adakah air hujan masuk bangunan; serta adakah terik matahari mengganggu penghuni dalam bangunan. Dalam bangunan yang dirancang menurut kriteria seperti ini, pengguna bangunan dapat merasakan kondisi yang lebih nyaman dibanding ketika mereka berada di alam luar.

Penulis menganggap bahwa definisi atau pemahaman tentang arsitektur tropis di Indonesia hingga saat ini cenderung keliru. Arsitektur tropis sering sekali dibicarakan, didiskusikan, diseminarkan dan diperdebatkan oleh mereka yang memiliki keahlian dalam bidang sejarah atau teori arsitektur. Arsitektur tropis seringkali dilihat dari konteks 'budaya'. Padahal kata 'tropis' tidak ada kaitannya dengan budaya atau kebudayaan, melainkan berkaitan dengan 'iklim'. Pembahasan arsitektur tropis harus didekati dari aspek iklim. Mereka yang mendalami persoalan iklim dalam arsitekturpersoalan yang cenderung dipelajari oleh disiplin ilmu sains bangunan (fisika bangunan)akan dapat memberikan jawaban yang lebih tepat dan terukur secara kuantitatif. Mereka yang dianggap ahli dalam bidang arsitektur tropisKoenigsberger, Givoni, Kukreja, Sodha, Lippsmeier dan Nick Bakermemiliki spesialisasi keilmuan yang berkaitan dengan sains bangunan, bukan ilmu sejarah atau teori arsitektur.

Kekeliruan pemahaman mengenai arsitektur tropis di Indonesia nampaknya dapat dipahami, karena pengertian arsitektur tropis sering dicampuradukkan dengan pengertian 'arsitektur tradisional' di Indonesia, yang memang secara menonjol selalu dipecahkan secara tropis. Pada masyarakat tradisional, iklim sebagai bagian dari alam begitu dihormati bahkan dikeramatkan, sehingga pertimbangan iklim amat menonjol pada karya arsitektur tersebut. Manusia Indonesia cenderung akan membayangkan bentuk-bentuk arsitektur tradisional Indonesia ketika mendengar istilah arsitektur tropis. Dengan bayangan iniyang sebetulnya tidak seluruhnya benarpembicaraan mengenai arsitektur tropis akan selalu diawali. Dari sini pula pemahaman mengenai arsitektur tropis lalu memiliki konteks dengan budaya, yakni kebudayaan tradisional Indonesia. Hanya mereka yang mendalami ilmu sejarah dan teori arsitektur yang mampu berbicara banyak mengenai budaya dalam kaitannya dengan arsitektur, sementara arsitektur tropis (basah) tidak hanya terdapat di Indonesia, akan tetapi di seluruh negara yang beriklim tropis (basah) dengan budaya yang berbeda-beda, sehingga pendekatan arsitektur tropis dari aspek budaya menjadi tidak relevan.

Dari uraian di atas, perlu ditekankan kembali bahwa pemecahan rancangan arsitektur tropis (basah) pada akhirnya sangatlah terbuka. Arsitektur tropis dapat berbentuk apa sajatidak harus serupa dengan bentuk-bentuk arsitektur tradisional yang banyak dijumpai di wilayah Indonesia, sepanjang rancangan bangunan tersebut mengarah pada pemecahan persoalan yang ditimbulkan oleh iklim tropis seperti terik matahari, suhu tinggi, hujan dan kelembapan tinggi.

SUMBER google '' Arsitektur Tropis Indonesia''

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR

PERAN DAN TANTANGAN DUNIA ARSITEKTUR

Dalam membahas validitas posisi yang dimiliki arsitektur, peran dan tantangan dunia arsitektur pada masa mendatang adalah cukup bijaksana bila kita menempatkannya pertama sekali dalam suatu kerangka waktu. Jika ditinjau dalam rentang WaktU 1980 sampai masa sekarang ini maka perkembangan masalah dan isu-isu lingkungan binaan (Arsitektur) cukup rumit. Untuk jangka waktu ke depan pun sudah barang tentu masalah yang dihadapi semakin rumit dengan segala aspek yang terkait didalamnya. Apa yang diresahkan saat ini oleh para praktisi arsitektur di Indonesia adalah situasi dimana dirasakan ada keterbatasan pemahaman perbendaharaan "kata" Arsitektur itu sendiri terutama didalam menanggapi tuntutan perkembangan kebutuhan masyarakat yang berhubungan dengan lingkungan binaannya. Bila ditinjau dalam perspektif waktu antara tahun 1960-an dan masa sekarang, Arsitektur kelihatan telah berubah dari suatu gerakan yang menentang estetika dan parameter-parameter sosial kepada suatu kondisi yang menginginkan status quo. Hal ini terutama berkaitan dengan kecenderungan untuk menolak bentuk-bentuk formal dan kemapanan sosial dalam masyarakat modern. Apa yang jelas terlihat disini adalah Arsitektur berusaha untuk menyajikan suatu bahasa formal yang berlaku umum yang terkadang bersifat figuratif dan ekletis. Beberapa tema-tema arsitektur digali seperti: Postmodernism; Regionalism;Deconstructionism; Neo-modernism dan lain sebagainya, semua ini dimaksudkan untuk membuat Arsitektur sebagai "alat ekspresi budaya" Disini terlihat bahwa praktisi arsitektur kontemporer cenderung mencari bentuk-bentuk pembenaran ideologinya. Arsitektur tidak lagi dalam kerangka pemikiran yang berusaha mengekspresikan arti tersirat dari suatu bentuk produk tetapi lebih kepada makna yang terlihat sesaat. Kritik dan debat dalam dunia arsitektur berkisar diantara berbagai macam tema-tema tersebut sehingga perkembangan arsitektur banyak dipengaruhi kampanye dari beragam ideologi. Perkembangan diatas berpengaruh besar terhadap profesi arsitek. Terjadi perubahan dari Arsitek yang secara tradisional dikenal sebagai "master builder" yang secara estetis sangat puritan kepada arsitek sebagai "trendsetter". Situasi ini sebenarnya sangat berkaitan dengan perkembangan sosial dan ekonomi yang terjadi di masyarakat modern dimana segala perangkat kapital lebih menekankan suatu sistem yang cepat dan serba instant. Jelas keadaan ini berpengaruh pada masyarakat dengan tidak peduli pada arti hakiki yang tersirat dan suatu bentuk produk tetapi lebih terpaku pada makna yang terlihat layaknya melihat beragam gaya kemasan produk komoditi. Apa yang berlaku pada arsitektur juga adalah suatu skenario dimana arsitektur telah menjelma menjadi bagian integral dari sistem beroperasinya instrumen kapital. Dalam hal ini arsitektur itu sendiri menjadi bagian yang tak terpisahkan dari barang konsumsi dengan berbagai macam "style" yang berkompetisi dipasaran. Tidaklah salah seperti dikatakan Ventury (1966) bahwa peranan arsitektur akan menjadi berkurang sejalan dengan perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat modern. Yang harus menjadi perhatian utama para praktisi arsitektur sekarang ini adalah : peranan apa yang sebaiknya dilakukan untuk menghadapi kekuatan kapital dalam 'pasar' jasa arsitektur. Ada kekhawatiran yang timbul saat ini tentang kemampuan para praktisi
Arsitektur untuk mampu beradaptasi dalam persaingan ketat pada 'pasar' pengguna jasa Arsitektur. Menghubungkan arsitektur dengan kecenderungan perkembangan ekonomi saat ini adalah suatu pekerjaan yang sulit. Interaksi antara Arsitektur dan perkembangan ekonomi dapat dilihat dari dua sisi pandang yang berbeda. Pertama berkaitan dengan peranan Arsitektur didalam perkembangan ekonomi. Kedua peranan Arsitektur sebagai objek budaya. Bila dibandingkan dengan objek budaya lainnya seperti lukisan, musik, maupun karya sastra jelas Arsitektur sangat berbeda dalam hal besarnya biaya-biaya yang terpaut didalamnya . Walaupun tentu setiap bentuk karya seni dapat mengekspresikan pengaruh 'pasar', akan tetapi Arsitektur sebagai bentuk karya seni sangat tergantung kepada sumber daya ekonomi dan kekuatan politik jauh sampai keseluruh bagian proses perancangan seperti: pemilihan site, program, budget, bahan, schedule. Parameter-parameter ekonomi ini sangat membatasi peran 'transgresif' dan 'transformatif' yang dimiliki arsitek.
Walaupun demikian, situasi ini tentu masih memberi peluang untuk membuat perubahan didalam proses perencanaan dan perancangan arsitektur. Disini Arsitektur perlu menghindari kesalahan dalam hal cenderung tetap memandang peran tradisionalnya sebagai 'master builder'. Adalah kenyataan bahwa secara tradisi arsitek selalu berada ditampuk pimpinan pada tim-tim proyek Arsitektur. Akan tetapi sekarang ini ada kecenderungan dimana pemberi tugas terutama yang berskala besar lebih tergantung pada manajer bangunan dari pada Arsitek. lni erat kaitannya dengan perkembangan ekonomi masyarakat yang mempengaruhi pola-pola hubungan kerja antara arsitek dan masyarakat. Yang penting untuk dicamkan sekarang adalah bagaimana agar arsitektur dapat menyatu dengan sistem ekonomi yang berkembang. Oleh sebab itu praktisi arsitektur harus dapat meningkatkan kemampuan dan pemahamannya akan proses-proses ekonomi yang terjadi sejalan dengan usahanya didalam pembentukan lingkungan binaan.
Situasi diatas memberikan suatu gambaran bahwa validitas posisi yang dimiliki arsitektur sesungguhnya tergantung pada pengembangan strateginya sendiri yang dapat sejalan dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi begitu cepat didalam masyarakat modern sekarang ini. Peranan Arsitektur yang diharapkan dalam skenario ini adalah harus lebih bersifat sebagai jasa industri dan berbeda dengan peranan tradisionalnya. Sudah barang tentu ini akan mengubah sikap dan etos kerja di dalam dunia arsitektur secara substansial yaitu perubahan yang menempatkan arsitektur terserap didalam proses-proses ekonomi yang berkembang didalam komunitas.
Kendala yang mungkin terjadi dari skenario diatas saat ini adalah kurangnya pemahaman mengenai tantangan-tantangan baru dan peluang-peluang baru yang berkembang diseputar arsitektur itu sendiri. Kekurangan terhadap hal-hal tesebut akan mengakibatkan arsitektur terperangkap dalam bentuk-bentuk solusi perancangan yang bersifat figuratif. Banyak bukti-bukti yang menunjukkan bahwa perangkat operasi dari kapitalisme dan konsumerisme telah membawa arsitektur kedalam ekletisme Adalah cukup relevan untuk dicermati saat ini tentang kemungkinan peranan Arsitektur di masa mendatang. Arsitektur sebagai agen perubahan harus sejalan dengan sistem nilai-nilai baru dan etos kerja baru yang berkembang pada komunitas. Yang penting adalah bahwa solusi arsitektur yang muncul harus diputuskan berdasarkan sumbangannya pada masyarakat keseluruhan. Oleh karena itu dibutuhkan arsitektur sebagai bagian dari inftastruktur dan jasa.

SUMBER google ''Validitas Posisi Yang Dimiliki Arsitektur''
NELSON SIAHAAN
Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara

Mengenai Saya

Foto saya
Seorang Mahasiswi yang berusaha untuk menjadi yang terbaik dan bisa membanggakan orang tua serta membahagiakan keluarga.